cah lasem

Senin, 26 Desember 2011

Mbah Sambu Lasem


Sampai saat ini belum diketemukan siapa istri mbah Sabil. Dari data tulisan tangan/prasasti mbah Kyai Ahmad Rowobayan, diketahui bahwa mbah Sabil mempunyai keturunan, 2 laki-laki dan 2 perempuan, diantaranya :
1) Kyai Saban
2) Nyai Samboe Lasem.
3) Moyo Kerti (Nyai Abdul Jabbar)
4) Kyai Abdurrokhim.
Dari anak pertama Kyai Saban, mbah Sabil menurunkan 4 cucu yaitu: Kyai Abdurrohman Klothok, Kyai Uju, Nyai Gedong, dan Kyai Wahid. Dari Kyai Uju inilah yang menurunkan mbah Kyai Ahmad Rowobayan, Kuncen, Padangan. Belakangan para cucu beliau menjadi tokoh penyebaran agama Islam di Desa Kuncen.
Sedangkan anak ke-dua yaitu Nyai Samboe Lasem. Tidak diketaui nama aslinya, yang jelas di panggil Samboe karena suaminya adalah: Kyai Samboe Lasem, Rembang atau yang disebut: Muhammad Syihabuddin dan lebih dikenal sebagai: Pangeran Syihabuddin Samboe Digda Diningrat. Makam mbah Sambu dan istrinya berada di sebelah utara makam Adipati Tejokusumo I. Makam mbah Sambu dan istrinya berada dalam cungkup yang berdenah bulat dan beratap kubah yang seluruhnya terbuat dari bata merah berlepa.
Di makam Mbah Sambu Lasem, Rembang, Jawa tengah, terdapat prasasti marmer ukuran kecil dalam bahasa arab yang menyebutkan bahwa nama Mbah Sambu yang sebenarnya adalah Sayyid Abdurrahman bin Hasyim bin Sayyid Abdurrahman Basyaiban. Menantu mbah Sabil ini keturunan Sultan Hadiwijaya yang biasa dikenal dengan sebutan populernya “JAKA TINGKIR”. Seorang pemuda dari Tingkir, suatu desa yang terletak di tenggara Salatiga pada tahun 1568 M, putra dari Adipati Pengging Pangeran Handayaningrat/R. Kusen, sedangkan R. Kusen sendiri putra dari Harya Damar Adipati Palembang. Adipati Palembang ini putra Prabu Brawijaya Majapahit. Jaka Tingkir menjadi raja Pajang yang pertama dan terakhir dengan gelar Sultan Hadi Wijaya dan sukses meng-Islamkan daerah Pasuruan dan sekitarnya.
Karena kealimannya, beliau dinikahkan dengan putri Pangeran Trenggana, raja ke III di kerajaan Islam Demak. Maka lahirlah Pangeran Benawa yang selama hidupnya menjadi guru thoriqot dan menyepi di daerah Kudus, pernah sebentar menjadi Adipati Jipang-Panolan Cepu.
KH. Akhmad Shidiq merupakan salah satu dari keturunan Kyai Samboe Lasem, atau cucu langsung dari mbah Sabil, yang memimpin Pondok Pesantren “AS-SYIDDIQIYAH” Jember. Beliau pernah menjadi anggota DPR-RI disamping lama di jajaran Rois-Am PBNU Kramat Raya Jakarta.
Dari anak ke-tiga Moyo Kerti, yang diperisteri mbah Abdul Jabbar yang makamnya ada di Nglirip nJojogan Tuban, mbah Sabil menurunkan mbah Iskak Rengel yang haulnya diadakan setiap Jum’at setelah tanggal 20 dibulan As-Syura/Muharam. Mbah Iskak Rengel menurunkan mbah Sholeh Tsani, pemangku Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan, Bungah, Gresik. Ditengah pondok inilah setiap tahunnya diselenggarakan haul terbesar di Jawa Timur pada bulan Robiul Awal setelah tanggal 20 guna memperingati meninggalnya mbah Sholeh Tsani.
Putra ke-empat Mbah Sabil yaitu Kyai Abdurrakhim Kaliwuluh Sambeng, yang diambil menantu putra wayah R. Rakhmad/Sunan Ampel Gading Surabaya.
MASJID JAMI' LASEM DAN MAKAM ADIPATI TEJOKUSUMO I
Adipati Tejokusumo I sebagai Bupati Lasem dari generasi ke-empatsetelah Bupati Santi Puspo, pada tahun 1585 dan menempatkan pusat kekuasaannya di Soditan. Tiga tahun setelah menjadi adipati, dengan membangun Masjid Jami' Lasem tahun 1588 berada di sebelah barat alun-alun. HIngga kini masjid ini masih megah setelah mengalami pemugaran-pemugaran. Adipati Tejokusumo meninggal pada tahun 1632.
Untuk selanjutnya, karena jabatan adipati di Lasem kosong maka Sultan Agung dari Mataram mengangkat Cik Go Ing sebagai adipati dengan gelar Tumenggung Mertoguno. Setelah meninggal, Adipati Tejokusumo I dimakamkan disebelah barat Masjid Jami' Lasem yang sekarang terletak di dusun Kauman, desa Karangturi, kecamatan Lasem. Disebelah barat laut masjid juga terdapat sebuah makam yang oleh masyarakat setempat disebut dengan nama makam Mbah Sambu yang dikatakan merupakan seorang Cina yang menyebarkan agama islam di derah ini pada masa Tejokusumo I. Makam Tejokusumo I terletak di sebuah halaman yang dikelilingi oleh tembok bata.
Di dalam areal tembok bata tersebut terdapat tiga makam yang berderet dari barat ke timur. Makam Adipati Tejokusumo I terletak di bagian paling barat. Dua makam lainnya tidak dikenal hingga kini. Jirat makam Tejokusumo I terbuat dari batu bata yang disusun secara bertumpuk semakin ke atas semakin mengecil. Pada setiap sudut dan bagian tengah dari masing-masing sisi jirat terdapat hiasan dengan motif simbar. Adapaun nisan pada makam ini terbuat dari batu andesit yang dibentuk kurawal dengan hiasan medalion pada bagian tengah. Adapun makam Mbah Sambu dan istrinya yang berada di sebelah utara makam Adipati Tejokusumo I. Makam Mbah sambu dan istrinya berada di dalam cungkup yang berdenah bulat dan beratap kubah yang seluruhnya terbuat dari bata merah berlepa. Kemungkinan besar makam ini sudah dipugar. Di sebelah utara masjid terdapat bangunan terbuka yang terdapat makam-makam yang tidak dikenali identitasnya. Dengan melihat pada nisan-nisannya, tampak dengan jelas bahwa kompleks kuburan ini juga sudah cukup tua. Nisan-nisan yang bisa dilihat di situ sebagian terbuat dari batu andesit dengan bentuk kurawal dan gada.
Lasem: Merajut Pesona Klasik Yang Memudar
Tak seperti halnya kota2 kecil lainnya di Jawa, Lasem mempunyai sejarah panjang dan catatan penting dan menarik untuk diikuti dan dikuliti. Sbg sebuah kota kecamatan, secara fisikal tampak lebih berkilau.
Denyut perekonomian lebih berkembang dibanding kecamatan2 lainnya di penjuru kabupaten Rembang. Bahkan sampai pada dekade 90′an lasem nampak lebih mempesona dibanding Kota Rembang itu sendiri. Jadi tak heran warga lasem jaman dulu atau bahkan sampai sekarang lebih bangga mengaku warga Lasem daripada warga Rembang.
Akar Budaya Tionghoa-Islam
Memasuki kota Lasem anda akan dibuat takjub dg bangunan2 super tua gaya arsitek tionghoa bertebaran disisi jalan utama. Apalagi jika anda mau “blusukan” di gang2 atau jalan2 kecil ke arah kanan atau kiri jalan sultan agung, untung suropati atau jalur selatan menuju jatirogo/bojonegoro yakni jalan eyang sambu, anda seolah berada di cina tempoe dulu. Dgn tembok putih setinggi 3-4 meter dan gaya pintu khas cina menciptakan perkampungan pecinan yang eksotis.
Aura kecina2an semakin tak terbantahkan dg bangunan 3 buah klenteng sbg bukti eksisitensi mereka masih terjaga sampai skrg. Julukan china town memang layak disandang kota ini, jejak kedatangan orang2 cina di lasem termasuk gelombang pertama orang2 cina masuk bumi jawa. Yakni sekitar abad 14 masehi. Di samping tembok2 menjulang tinggi di kawasan kota, anda juga bisa mendapati komunitas jawa (baca: islam). Ada belasan pondok pesantren bertebaran di kota yang pernah menjadi setting film “ca bau kan” ini.
Sejarah islam juga cukup mengakar, ini bisa diruntut dari kiprah sunan bonang yang dipercaya pernah hidup lama sampai wafatnya di desa bonang 3 km arah utara kota lasem. Di sini terdapat rumah beliau, masjid, makam dan petilasan (semacam tempat khalwat) beliau. Makam istri sunan bonang keturunan cina (putri campa) juga dapat ditelusuri jejaknya. Memang banyak versi ttg dimana sunan bonang dikebumikan.
Dalam buku2 sejarah perkembangan islam di jawa yg selama ini saya pelajari, selalu saja menyebutkan beliau seolah menetap dan hidup di wilayah tuban. Padahal situs2 peninggalan beliau tumpleg-bleg ada di desa bonang dan sekitarnya. banyak cerita2 yang beredar tentang keberadaan beliau di wilayah bonang. cerita perkelahian antara sunan bonang dan saudagar cina dampo awang di pantai binangun dekat bonang salah satunya.
Kapal sang saudagar karam jangkarnya terdampar di Rembang (jangkar raksasa ini sampai skrg msh bs anda saksikan di komplek Taman Rekreasi Pantai Kartini). Dan layarnya mendarat di bukit pantai binangun (masyarakat menyebut bukit tsb dgn watu layar). ada pula kisah tentang bendi becak, asal usul lontong tuyuhan, dan lain sebagainya yg disandarkan pada sosok sunan boning.
Tapi menurut sebagian masyarakat lainnya, meski percaya sunan bonang pernah tinggal dan wafat di bonang-lasem tapi makamnya tetap mereka anggap berada di tuban. Sebagai seorang ulama, murid beliau menyebar di penjuru nusantara. Ketika beliau wafat di bonang, murid2nya dari daerah madura/bawean mencoba membawa jasad sunan untuk disemayamkan di daerahnya. Namun, santri2 dr tuban merasa berhak juga atas jasad kanjeng sunan.
Walhasil, pertempuran di perairan tuban tak bisa dihindarkan. Dan murid2 tuban dpt mendaratkan jasad beliau dan di kebumikan di komplek masjid agung tuban kota. Jadi jangan heran jika di tiap tahunnya haul sunan yang punya nama asli maulana malik makdum ini diselenggarakan di 3 tempat yang berbeda, yakni: Di bonang Lasem, Tuban dan bawean.
Batik Tulis Lasem
Ada banyak keistimewaan lain dari kota yang punya latar belakang 2 etnis ini (tionghoa-jawa). Salah satunya adalah batik tulis hasil karya perpaduan budaya yang sarat dg cita rasa khas dan bermotif sangat nglasemi (pesisir). Singkronisasi 2 unsur budaya cina dan jawa yg saling “ngeloni” satu dgn yg lainnya menghasilkan maha karya yang waskito dan unik. Cara pengerjaannya terbilang lebih rumit dibanding batik2 dr daerah solo, jogja ataupun pekalongan.
Wisata kuliner
Bicara ttg kota lasem memang tak ada matinya, coba rasakan kedahsyatan selera lidah anda. Sajian khas lontong tuyuhan akan memberi sensasi lain. Lontong berbentuk segitiga dg bungkus daun pisang ini disajikan dg kuah opor plus potongan ayam kampung yang pedasnya lumayan nonjok. Apalagi jk dinikmati di areal komplek warung lontong di desa tuyuhan, dg parkir luas dan tempat yang nyaman disertai latar blkg hamparan sawah dan bukit dan gunung lasem semakin menambah gayeng makan sore anda. Mau mencoba menu lain? Ada mangut khas lasem, sayur mrica, kue gedumbeg, atau sate serepeh.
Wisata Rohani
Tak hanya budaya dan wisata kuliner bisa anda temukan di kota ini. Wisata religi juga dapat anda rasakan auranya. Seperti disebutkan sebelumnya, 3 klenteng di lasem bisa jadi rujukan jika ingin mengetahui lbh jauh ttg ajaran konghucu dan adat cina peranakan. Bahkan di salah satu klenteng digambarkan dg jelas perjuangan warga cina dan pribumi lasem yg bersatu padu melawan penjajah belanda yang dipimpin oleh 2 tokoh orang tionghoa dan 1 tokoh orang pribumi yang gugur pada tahun 1700an.
Wisata religi lainnya yg tak kalah masyhurnya tentunya peninggalan Sunan Bonang di Bonang, seperti rumah peninggalan beliau, masjid tempat menggembleng murid2nya, pasujudan di atas bukit, tongkat yang di pajang di sisi jalan raya pantura, makam dan sebagainya. Selain itu, anda juga bisa berziarah di komplek pemakaman disebelah utara masjid jami’ Lasem terdapat banyak makam ulama. Tercatat nama mbah sambu atau nama lengkapnya sayyid abdurrahman basyaiban.

Minggu, 25 Desember 2011

SEJARAH LASEM

Sejarah Lasem

Sejarah Lasem
Sementara itu mengenai Lasem, dapat di ketahui dari Kitab Negarakertagama. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Lasem merupakan salah satu daerah kekuasaan Majapahit yang terletak di nagian Utara Kerajaan Majapahit, dan terletak di sebelah Barat Matahun, yaitu daerah Lasem, Jawa Tengah sekarang, sedangkan Matahun terletak di bagian Barat Bojonegoro sekarang.

Dalam Kitab Badrasanti diceritakan, bahwa pada tahun saka 1273, Lasem diperintah oleh Dewi Indu, adik sepupu Raja Hayam Wuruk dari Wilwatika.Suaminya bernama Pangeran Rajasawardhana, yang dijadikan Dampuhawang di Pelanuhan Regol, di Lasem merangkap menjadi Adipati Matahun, bergelar Raja Maladresmi karena kecekapan parasnya. Daerah kekuasaan Dewi Indu meliputi wilayah yang terbentang dari Pacitan sampai muara Bengawan Silungangga di Pangkah Sedayu, sedangkan wilayah sebelah Timur Bengawan beserta pulau-pulau lainnya masuk dalam daerah kekuasaan Hayam Wuruk. Keduanya memerintah bersama-sama di Ngawantipura Wilwatika.

Keraton Dewi Indu terletak di Bumi Kriyan. Disebelah Tenggar keraton terdapat Tamansari dan Balekambang yang ditanami pohon-pohon kamal (asem), sedangkan sepanjang jalan ditanami pohon sawo kecik. Keraton dihiasi ukir-ukiran, dengan umpak berbentuk bunga teratai, lantainya di buat dari bata persegi yang besar dan halus. Atapnya di tutup dengan sirap atau ijuk, sedangkan hubungan atap dihias dengan genting berukir.

Mengenai nama Silungangga, rupanya ada kebiasaan di dalam masyarakat Indonesia yang mendapat pengaruh Hindhu, untuk menghubungkan sungai besar dengan nama Gangga. Jadi Bengawan Silungangga dapat dipastikan bahwa yang di maksud adalah Sungai Bengawan Solo.

Pada Masa Majapahit, pemerintahan dinegara-negara daerah di pegang oleh keluarga Raja yang terdekat dengan kedudukan sebagai penguasa atau raja daerah dengan gelar Paduka Bhattara, Bhrai atau Bhre. Mereka ini menjalankan pemerintahan daerah dengan dibantu sejumlah pejabat daerah dengan strukur yang hampir sama dengan struktur pemerintahan pusat, tetapi ukurannya lebih kecil.32 Dalam Pupuh X/2 Kitab Negarakertagama, disebutkan tentang susunan pemerintahan negara bawahan dan daerah Anjuru. Disebutkan ada senelas (11) daerah bawahan Majapahit di Jawa, Yaitu Daha, Wengker, Matahun, Lasem, Pajang, Peguhan, Singasari, Wirabhumi, Mataram, Kahuripan, Pawanuhan.

Persoalannya, apakah ada indikasi bahwa Rembang pada masa Majapahit merupakan wilayah Lasem? Apabila kita lihat luas wilayah Lasem pada masa Majapahit, baik berdasarkan sumber Kitab Negarakertagama maupun Kitab “Babad”Badrasanti, bisa disimpulkan bahwa Rembang pada saat itu memang merupakan bagian dari daerah Lasem. Dengan demikian untuk mengkaji sejarah Rembang pada masa Majapahit sudah barang tentu tidak bisa dilepaskan dengan sejarah Lasem.

Sumber: Buku “Menggali Warisan Sejarah Kab. Rembang”

LASEM

Lasem, Rembang


Lasem
—  Kecamatan  —
Negara  Indonesia
Provinsi       Jawa Tengah
Kabupaten       Rembang
Pemerintahan
 - Camat -
Luas 45,04 km²
Jumlah penduduk 47.868 jiwa (2005)
Kepadatan 1.056 jiwa/km²
Desa/kelurahan 20 desa
Kuil Tionghoa di Lasem.
Lasem adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Indonesia. Merupakan kota terbesar kedua di Kabupaten Rembang setelah kota Rembang.
Lasem dikenal juga sebagai "Tiongkok kecil" karena merupakan kota awal pendaratan orang Tionghoa di tanah Jawa dan terdapat perkampungan tionghoa yang sangat banyak. Di Lasem juga terdapat patung Buddha Terbaring yang berlapis emas.
Batik Lasem sangat terkenal karena cirinya sebagai batik pesisir yang indah dengan pewarnaan yang berani.
Selain itu Lasem juga dikenal sebagai kota santri, kota pelajar dan salah satu daerah penghasil buah jambu dan mangga selain hasil dari laut seperti garam dan terasi.

Geografi

Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan di pesisir pantai laut Jawa di kabupaten Rembang, berjarak lebih kurang 12 km ke arah timur dari ibukota kabupaten Rembang, dengan batas-batas wilayah meliputi:
Kecamatan Lasem mempunyai luas wilayah mulai dari pesisir laut Jawa hingga ke selatan. Di sebelah timur terdapat gunung Lasem. Wilayahnya seluas 4.504 ha. 505 ha diperuntukkan sebagai pemukiman, 281 ha sebagai lahan tambak, 624 ha sebagai hutan milik negara.
Letaknya yang dilewati oleh jalur pantura, menjadikan kota ini sebagai tempat yang strategis dalam perdagangan.
Doeto (bicara) 05:09, 30 November 2009 (UTC)

Desa/kelurahan

Kecamatan Lasem terdiri atas 20 desa yang terbagi ke dalam 84 Rukun Warga (RW) dan 219 Rukun Tetangga (RT). Dengan ibukota kecamatan di desa Soditan.
Adapun desa-desa tersebut adalah:
Empat desa diantaranya berada di lereng gunung Lasem yaitu desa Gowak, Kajar, Sengangcoyo dan Ngargomulyo sedangkan 5 desa diantaranya merupakan desa pesisir yang berbatasan langsung dengan laut Jawa. Lima desa tersebut adalah; Bonang, Dasun, Binangun, Gedongmulyo dan Tasiksono.

Demografi

Jumlah penduduk kecamatan Lasem sejumlah 47.868 jiwa (tahun 2005). 23.846 jiwa diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan sisanya 24.022 perempuan. Sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani, pedagang dan nelayan.
Dibidang pendidikan, di kecamatan Lasem terdapat:
Dibidang keagamaan, di kecamatan Lasem terdapat 31 masjid, 130 mushalla dan 11 gereja Kristen, 12 Gereja Katholik dan 3 wihara.

Kota Santri

Sejak dahulu kota kecamatan ini terkenal sebagai Kota Santri. Peninggalan pesantren-pesantren tua di kota ini dapat kita rekam jejaknya hingga sekarang. Banyak ulama-ulama karismatik yg wafat di kota yg terkenal dgn suhu udara yg panas ini. Sebut saja Sayid Abdurrahman Basyaiban (Mbah Sambu) yang kini namanya dijadikan jalan raya yg menghubungkan Lasem-Bojonegoro, KH. Baidhowi, KH. Khalil, KH. Maksum, KH. Masduki dll. Sebagian makam tokoh masyarakat Lasem ini dapat anda jumpai di utara Masjid Jami' Lasem. Maka tidak berlebihan jika Lasem berjuluk sebagai kota santri, mengingat banyaknya ulama, Pondok Pesantren dan jumlah santri yang belajar agama islam di kota ini
.
Pondok Pesantren tersebut antara lain:

Kota Pelajar

Banyaknya Pondok Pesantren berimbas pada bidang pendidikan umum. Tercatat banyak Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di kota ini. Sekolah-sekolah itu antara lain:
  • SMA Negeri Lasem website
  • MA Negeri Lasem
  • SMA PGRI
  • SMA Muhammadiyah
  • MA Nahdlatul Ulama
  • SMK Nahdlatul Ulama
  • MAAl Hidayah
  • SMP Negeri 1 Lasem
  • SMP Negeri 2 Lasem
  • SMP Negeri 3 Lasem
  • MTs Negeri Lasem
  • MTs Bonang
  • SMP Muhammadiyah
  • SMP Nahdlatul Ulama
  • SMP Keluarga

arek lasem